Mendengar kata indie mungkin sedikit mengingatkanmu kepada remaja zaman now yang doyan menikmati kopi dikala waktu senja. Namun, Indie sejatinya merupakan kependekan dari independen atau yang berarti sesuatu yang sifatnya mandiri.
Kamu mungkin juga lebih sering mendengar istilah musik indie, yaitu karya musik yang tidak dinaungi dukungan label musik ternama, dimana proses produksi (rekaman) dan publishingnya dilakukan dengan uang sendiri.
Industri video game juga memiliki segmentasi indienya sendiri, dimana developer kecil biasanya berisikan belasan orang atau bahkan seorang diri, membuat sebuah video game dengan budget terbatas atau tanpa sokongan penerbit-penerbit ternama atau suatu investor.
Para developer indie biasanya mencari dana dengan melakukan kampanye crowdfunding melalui website-website seperti itch.io dan Kickstarter.
Walau memang game indie cenderung menghasilkan game kecil-kecilan, beberapa tahun belakangan ini segmentasi tersebut sudah banyak menunjukkan kualitas yang tidak jarang menyaingi bahkan melebihi kualitas game AAA. Dan tidak jarang juga game indie memenangkan suatu award dari berbagai ajang penghargaan video game bergengsi.
Segmentasi game indie merupakan ladang yang dipenuhi oleh kreator-kreator yang memiliki passion dalam menciptakan sebuah maha karya video game. Dan mereka tentunya membutuhkan dukunganmu sebagai gamer untuk mewujudkan passion tersebut jadi nyata. Berikut ini beberapa alasan mengapa kamu harus mulai mencoba berbagai game indie.
1. Kedepankan kreativitas dalam budget terbatas
Ketika developer besar cenderung mengedepankan grafis yang semakin mendekati realistis di setiap game barunya, developer game indie cenderung lebih mengedepankan kreativitas dalam menghadirkan gameplay maupun jalan cerita suatu game yang mungkin nggak pernah kamu duga.
Developer besar juga cenderung mengikuti sebuah formula dari game yang telah sukses dan mengaplikasikannya ke dalam game mereka. Walau memang hal tersebut sah-sah saja, hal tersebut justru seringkali membuat kebanyakan game baru jadi cepat membosankan karena minimnya variasi dan keunikan.
Hal ini biasanya terjadi pada rana game mobile, dimana kamu mungkin menyadari bahwa sangat banyak game dengan gameplay yang sama dan hanya berbeda kemasan.
Dan segmentasi game indie sendiri untungnya tidak terlalu terpaku dengan sebuah formula kesuksesan. Kebanyakan dari mereka cenderung melakukan berbagai eksperimen terhadap elemen-elemen gameplay atau cerita yang akan dihadirkan ke dalam game mereka.
2. Ramah PC kentang
Sedikit berhubungan dengan poin sebelumnya, game indie yang tidak mengedepankan grafis yang realistis, cenderung memiliki kebutuhan spesifikasi yang cukup ringan. Sehingga game-game indie juga merupakan pilihan tepat untuk kamu yang memiliki PC ataupun laptop kentang.
Walau demikian, banyak developer indie mampu mengemas grafis 8-bit ataupun 16-bit jadi lebih memukau dan pastinya memanjakan mata. Sehingga grafis-grafis pixelated kotak-kotak tersebut tidak selalu merupakan grafis yang burik.
Teknologi atau engine yang semakin maju tidak selalu menghasilkan game-game yang menyenangkan.
Satu hal lain yang jadi keunggulan game indie adalah banyak dari game-game tersebut memiliki ukuran download yang seringkali tidak sampai 1 GB. Secara tidak langsung game indie juga ramah akan tempat penyimpanan dan juga hemat kuota untuk kamu masih menggunakan paket internetan via tethering smartphone.
3. Ramah kantong
Selain ramah kepada sobat PC kentang, game-game indie juga cenderung ramah kantong alias harga-harganya yang ditawarkan seringkali kelewat murah. Ketika 600.000 rupiah menjadi standar harga game AAA zaman now, game indie cenderung berada di kisaran harga 50.000 hingga 200.000 rupiah.
Beberapa diantaranya juga bisa kamu mainkan gratis atau bayar semampunya melalui website-website tertentu.
Namun, game murah bukan berarti tidak berkualitas. Sebagai contoh, sebuah game indie berjudul Subnautica dipilih menjadi game PC terbaik tahunan versi Golden Joystick Awards 2018, dan kamu bisa memainkan game tersebut dengan merogoh kocek sebesar 120.000 rupiah saja.
Hal tersebut tentu bukan isapan jempol semata, karena penulis sendiri telah memainkan game eksplorasi bawah laut garapan Unknown Worlds Entertainment tersebut, dan sangat terpesona dengan apa yang ditawarkan oleh sang developer. Kamu bisa cek review Subnautica dari kami melalui halaman ini.
4. Dilakukan atas dasar passion
Membuat sebuah karya memang sudah seharusnya dilandaskan atas passion. Sudah dikerjakan dengan dana terbatas, pas dijual juga cukup murah, tentu banyak orang akan berpikir bahwa membuat game indie terkesan buang-buang waktu.
Namun hal tersebut nampaknya tidak mempengaruhi tekat Eric Barone aka ConcernedApe dalam mengerjakan game Stardew Valley, sebuah game farming simulator yang terinspirasi dari Harvest Moon klasik. Dan hasilnya? Game yang ia kerjakan sendirian tersebut terjual sukses dengan lebih dari 3.5 juta kopi per Januari 2019 (via Venturebeat).
Eric awalnya hanya sedang mencari sebuah game yang bisa dimodding untuk bermain Harvest Moon. Dan karena tidak ketemu, Eric memutuskan untuk membuat game itu sendiri.
Tentu Eric bukanlah satu-satunya developer yang mengerjakan sebuah game seorang diri, masih banyak developer lainnya yang berhasil membuat sebuah game dan tetap laku di pasaran. Kamu bisa cek orang-orang tersebut melalui artikel pada halaman ini.
5. Tidak terikat dengan suatu kepentingan
Developer besar tentunya juga memiliki individu-individu berbakat dan penuh passion dalam membuat sebuah game, namun seringkali passion tersebut harus dibayang-bayangi oleh kepentingan penerbit ataupun investor.
Kepentingan-kepentingan tersebut bisa saja berupa microtransaction yang disematkan demi mendongkrak keuntungan, hingga merubah elemen-elemen permainan demi ‘menyenangkan’ kelompok-kelompok tertentu.
Penerbit ataupun investor juga cenderung memberikan jadwal yang cukup ketat, sehingga pengembangan suatu game AAA seringkali terkesan terburu-buru.
Tidak hadirnya sokongan penerbit atau investor, developer indie tetap dapat membuat video game semaksimal mungkin. Daripada mengikuti kemauan penerbit dan investor yang seringkali tidak tepat sasaran, developer indie cenderung mengikuti langsung kritik dan saran dari para pemainnya.
6. Developer indie dekat dengan pemainnya
Seperti yang telah sedikit dijelaskan pada poin sebelumnya, tidak adanya penerbit atau investor membuat developer indie cenderung lebih dekat pada para fans atau pemainnya.
Dekat dalam hal ini adalah sang developer mendengar langsung kritik, saran dan keluh kesah para pemainnya agar game tersebut menjadi game yang diharapkan para fans, namun tetap menghadirkan idealis dan desain utama dari sang developer.
Berbeda dengan developer ternama yang cenderung memiliki divisi Customer Service sendiri, sehingga komunikasi mungkin terkesan formal.
Di Steam misalnya, kamu mungkin sering menemukan developer- developer indie membalasi review-review negatif demi meminta langsung feedback. Selain itu, tidak sedikit dari developer-developer indie ini secara berkala memberikan update akan progress gamenya secara terbuka.
7. Developer berkesempatan untuk jadi lebih besar
Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Developer-developer indie yang bermulakan 1 atau 2 orang tentu berkesempatan untuk menjadi lebih besar dan menghasilkan game-game yang lebih bagus lagi.
Hal tersebut mungkin yang dirasakan sekarang oleh sebuah developer bernama Larian Studios. Seringkali dilanda masalah dana saat mengembangkan serial Divinity, perjuangan developer tersebut akhirnya menghasilkan salah satu game RPG terbaik di tahun 2017, yaitu Divinity: Original Sin 2.
Larian Studios kini diketahui memiliki 130 karyawan, hal tersebut membuktikan bahwa developer kecil juga pastinya berkesempatan menjadi lebih besar.
Walau memang nama Larian Studios baru terkenal beberapa tahun belakangan ini, developer asal Belgia tersebut telah berkarya semenjak tahun 1999 tanpa dukungan penerbit ataupun investor. Hampir mengalami kebangkrutan, Larian Studios meminjam berbagai bantuan dana dari bank, dan akhirnya berpindah ke kampanye crowdfunding di Kickstarter.
8. Membantu kembangkan developer lokal
Industri video game di Indonesia sendiri bisa dikatakan baru mulai menunjukkan taringnya beberapa tahun belakangan ini. Hampir semua developer-developer di Indonesia merupakan segmentasi dari game indie karena minimnya dukungan penerbit ternama ataupun investor.
Walau demikian, game-game indie yang lahir di Indonesia sendiri memiliki kualitas yang patut diacungi jempol. Seperti, DreadOut, Infectonator, Ultra Space Battle Brawl, game-game nyeleneh santai untuk smartphone kamu dan akhir-akhir ini game Pamali yang juga mulai merambat ke rana internasional.
Dengan kamu memainkan game indie lokal, secara tidak langsung kamu juga mengapresiasi segmentasi tersebut dan membantu banyak developer lokal untuk mempopulerkan gamenya ke skala internasional.
Walau poin-poin diatas terkesan memojokkan developer besar, pada akhirnya akan selalu ada developer-developer nakal yang hanya ingin meraup keuntungan. Developer besar mungkin memang lebih terlihat bobroknya karena diliput media. Namun dalam segmentasi indie sendiri cukup banyak developer nakal yang mencoba mendapatkan keuntungan lebih awal dan meninggalkan gamenya begitu saja tanpa kabar yang jelas.
Tentu masih ada beberapa developer besar yang juga mempertahankan poin-poin diatas. Beberapa diantaranya bahkan menjadi penerbit atau mengadakan program dukungan khusus untuk game-game indie berpotensial, dimana developer kecil mendapatkan dukungan dana, dan sang penerbit tidak banyak mencampuri pengembangannya.
Harapan penulis disini tentunya adalah kamu mulai megapresiasi sebuah karya video game bukan hanya dari tampilan grafis atau membawa nama developer besar saja. Dan daripada membajak game AAA karena tak punya uang, cobalah beralih untuk memainkan game-game indie, siapa sih yang nggak suka hal-hal murah dan tapi tetap berkualitas?
Baca juga informasi menarik lainnya terkait game Indie atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto.